Sabtu, 05 Maret 2011

Penderita Obesitas Pun Mudah Terserang Asma

NEW YORK--Pemilik berat badan berlebih apalagi penderita obesitas berisiko diintai lebih banyak penyakit,  salah satunya risiko mengalami sesak napas lebih tinggi. Tak hanya itu, para dokter di Kanada juga merasa kesulitan mendiagnosis apakah mereka terserang asma atau paru-paru karena penderita sering mengalami gejala hampir mirip.

Sebuah penelitian dalam jurnal di Kanada menyebutkan dokter tidak bisa memastikan ketika seorang penderita obesitas didiagnosa dibanding orang-orang pada umumnya. Tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa masa lalu, spirometri, tes standar fungsi paru-paru, tidak digunakan sesering yang seharusnya dalam mendiagnosis asma, kata Dr Smita Pakhale Rumah Sakit Ottawa di Ontario, Kanada, yang mencetuskan penemuan baru.

’’Asma harus didiagnosis berdasarkan gejala dan pengujian kedua paru-fungsi dan ini pun bisa menjadi faktor dalam kesalahan diagnosa di studi ini. Pakhale mengatakan pada Reuters Health pekan lalu - meskipun, ia menambahkan, itu hanya spekulasi.

Pakhale juga menunjukkan bahwa orang dewasa obesitas beresiko tinggi mengalami gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan asma-seperti gejala seperti sesak napas dan sesak dada. Mereka termasuk dalam golongan dengan tingkat kebugaran rendah, refluks asam dan penyakit jantung tinggi.

Pakhale mengatakan orang yang tahu betul mereka memiliki asma setelah keluar dari ruang gawat darurat atau klinik-klinik medis, harus segera menjalani perawatan lebih lanjut dengan dokter utama. Agar, imbuhnya, mereka bisa mendapatkan pengujian atau tambahan evaluasi, yang dapat mengungkap penyebab sebenarnya, bila seandainya itu bukan asma.

Penelitian ini melibatkan 496 orang dewasa yang dipilih acak dari delapan kota di Kanada yang telah didiagnosa mengidap asma. Sebagian besar dari mereka adalah obes--julukan penderita obesaitas--dan sisanya, bagian kecil berbobot badan normal.

Secara keseluruhan, tes fungsi paru mengonfirmasi 70 persen dari peserta didiagnosa memiliki asma. Dari jumlah tersebut baik pria dan wanita, masing-masing, sudah pernah menjalani perawatan darurat terkait gangguan pernafasan dalam satu tahun terakhir.

Peserta obesitas yang ternyata tidak memiliki asma, sebanyak 21 persen, ternyata juga telah mencari pengobatan mendesak untuk gejala pernafasan pada tahun lalu. Sedangkan prosentase keluhan pernafasan dan gejala asma pada pria dan perempuan berbobot badan normal lebih kecil 10 persen.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, 
foto : 3domba.blogspot.com

Hindari Serangan Asma, Kenali Gejalanya

JAKARTA - Asma adalah penyakit peradanga pada paru-paru. Jalan udara ke paru-paru tertekan menyebabkan nafas menjadi pendek atau kesulitan bernafas. Bila asma menyerang, pasien bisa sangat tersiksa dan keberadaan penyakit ini menurunkan kualitas hidup penderitanya karena serangan kerap terjadi tiba-tiba

Namun, Asma sesungguhnya bisa dideteksi dengan memperhatikan beberapa gejala khusus. Empat gejala serangan asma utama yang paling mudah dikenali yakni batuk, mengeluarkan bunyi siulan saat bernafas, rasa sesak dan menekan pada dada dan nafas pendek-pendek. Memang ada gejala yang kadang mirip dengan penyakit lain, untuk itu sangat direkomendaskan pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan untuk melakukan pemeriksaan medis.

Efek asma pada anak-anak atau orang dewasa dapat dikurangi apabila pasien dan keluarga mengenali cepat gejala-gejala penyakit tersebut. Mengenali gejala ini penting untuk mencegah serangan asma sebelum terjadi  ketimbang meredakan efek asma begitu ia menyerang.

Peringatan pertama yang paling sering sebelum asma menyerang ialah tekanan atau rasa sesak di dada. Para pengidap asma menggambarkan rasa berat pada dada itu seperti ada lakban karet tebal yang mengikat paru-paru.

Meski asma adalah penyakit peradangan, asma bisa dianggap mekanisme perlindungan tubuh manusia. Bila di bagian atas sistem pernafasan manusia mengenali bahaya, maka tubuh akan merespon dengan membatasi jalan masuk udara sebagai perlindungan organ paru-paru yang rentan.
Selain dada tertekan, salah satu gejala mencolok adalah batuk. Ada perbedaan antara batuk biasa dan batuk orang asma. Dalam kasus asma, batuk biasanya sangat parah dan kadang mengakibatkan si penderita sulit diam atau bahkan tidur. Nafas pendek-pendek dan tersengal-sengal juga gejala penting lain yang perlu diwaspadai. Sering kali ini sudah hampir masuk serangan asma meski juga kadang tidak. Pasalnya pengidap asma memang cenderung memilik nafas pendek dan cepat.

Gejala khusus lain yaitu nafas bersiul. Seperti siulan, maka ada suara yang keluar saat bernafas. Tidak seperti gejala batuk, siulan itu bisa terjadi kapan saja juga ketika malam hari. Biasanya itu merupakan tanda nafast yang terganggu akibat tabung bronkial menyempit dan mulai terisi cairan, akibatnya nafas menjadi terhambat.

Meski asma menjadi penyebab sekitr 175 kematian per tahun, pengenalan dini terhadap gejala perawatan yang tepat dalam sebagian besar kasus dapat menghindari pasien dari bahaya fatal. Kerap kali serangan asma dipicu oleh lingkungan dan/atau faktor genetis.

Beberapa faktor lingkungan seperti asap rokok, infeksi pada sistem pernafasan, stres dan tekanan psikologis dan bahkan penggunaan parasetamol dalam memicu Asma. Selain menghindar dari faktor-faktor tersebut, gaya hidup sehat dapat pula mengontrol gejala asma dengan efek yang ditimbulkan.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, 
foto : Asma pada anak (Ilustrasi)

Sst.. Ini Dia Resep Panjang Umur yang Sudah Dibuktikan Peneliti

NEW YORK- Pelajaran hari ini: Bergembira lah dan hidup lebih lama! Satu kajian atas lebih dari 160 studi mengenai hubungan antara kondisi positif otak dan seluruh kondisi kesehatan dan umur panjang telah menemukan "bukti jelas dan mendesak" bahwa orang yang lebih gembira menikmati kesehatan yang lebih baik dan hidup lebih lama.

Nyatanya, bukti yang mengaitkan penampilan bergairah dan kenikmatan hidup dengan kesehatan lebih baik dan umur lebih panjang ternyata lebih kuat bahkan dibandingkan dengan kaitan kegemukan dengan berkurangnya usia, demikian isi kajian itu --yang disiarkan Selasa (1/3) di jurnal "Applied Psychology: Health and Well-Being".

"Saya nyaris terkejut, dan tentu saja kaget, untuk menyaksikan betapa konsistensinya data tersebut," kata Ed Diener, pensiunan profesor psikologi di University of Illionis, yang memimpin kajian itu.
Kajian tersebut meneliti delapan jenis berbeda studi jangka panjang dan percobaan pada populasi hewan serta manusia. Misalnya, 5.000 mahasiswa yang diteliti selama lebih dari 40 tahun membuktikan kebanyakan mahasiswa yang pesismisti cenderung meninggal dalam usia lebih muda.

Di laboratorium, semangat positif didapati mengurangi hormon yang berkaitan dengan stress, meningkatkan fungsi kekebalan dan membantu pemulihan jantung setelah orang melakukan kegiatan.
Hewan yang hidup dalam kondisi tertekan seperti kandang yang penuh sesak memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah dan kerentanan lebih tinggi terhadap penyakit jantung, dan mati pada usia lebih muda dibandingkan dengan hewan yang berada di kandang yang tak terlalu penuh penghuni.

Diener menyatakan meskipun dekrit kesehatan saat ini dipusatkan pada kegemukan, merokok, kebiasaan makan dan olah raga, "mungkin sudah tiba waktunya untuk menambahkan 'bergembira lah dan hindari depresi serta kemarahan kronis' pada daftar itu".

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, 
archive.kaskus.us

Status Meningkat Semakin Banyak Wanita Merokok

Peningkatan status ekonomi dan politik pada kaum wanita mendorong kenaikan jumlah wanita perokok yang mengakibatkan mereka berisiko terserang penyakit dan meninggal dini beberapa dasawarsa ke depan.
Sebuah analisa di 74 negara menemukan bahwa kaum pria lima kali lebih mungkin merokok dibanding wanita di negara-negara dengan pemberdayaan perempuan yang lebih rendah seperti China, Indonesia, Pakistan, Arab Saudi dan Uganda.

Namun di negara-negara dengan pemberdayaan perempuan yang relatif tinggi seperti Australia, Kanada, Norwegia, Swedia, dan Amerika Serikat kesenjangan itu kecil dan jumlah wanita perokok hampir sebanyak pria.
Douglas Bettcher, direktur Inisiatif Bebas Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan, penemuan itu menunjukkan perlunya pihak berwenang untuk bertindak cepat menekan laju merokok pada kaum wanita, terutama di negara miskin.
"Epidemi tambakau masih dalam tahap awal di banyak negara, tetapi diperkirakan memburuk," katanya dalam pernyataan bersama studi itu yang dipublikasikan dalam WHO Bulletin.
"Kebijakan pengendalian tembakau yang kuat seperti larangan iklan tembakau diperlukan untuk mencegah industri tembakau menyasar kaum wanita," katanya.

Tembakau membunuh hingga setengah penggunanya dan digambarkan WHO sebagai "salah satu ancaman kesehatan publik terbesar yang dihadapi dunia."
Kematian yang terkait dengan tembakau mencapai lebih dari lima juta orang per tahun, dan dapat meningkat hingga melampaui delapan juta orang pada 2030 jika tidak ada aksi untuk mengendalikan merokok, kata sejumlah ahli.

Studi itu memperkirakan bahwa pria merokok hampir lima kali lebih banyak dibanding perempuan di seluruh dunia, tetapi rasio prevalensi merokok wanita terhadap pria berbeda secara drastis.
Contohnya, di China, 61 persen pria dilaporkan menjadi perokok, dibandingkan dengan 4,2 persen wanita, sedangkan di banyak negara kaya jumlah pria dan wanita perokok hampir sama.
Pemberdayaan perempuan diukur oleh Program Pembangunan PBB dengan menggunakan data seperti keterwakilan di parlemen, hak memberikan suara dan membandingkan pendapatan pria dan wanita.
"Studi kami membuat kasus yang kuat untuk mengimplementasikan aktivitas pengendalian tembakau khusus gender...seperti meningkatkan pajak tembakau, meningkatkan grafik peringatan kesehatan, peraturan bebas rokok, serta larangan promosi dan iklan," kata Geoffrey Fong dari Universitas Waterloo di Ontario, kanada, yang memimpin penelitian itu.

Wakilnya Sara Hitchman mengatakan, pihak berwenang perlu melihat dari dekat "cara-cara industri tembakau memanfaatkan perubahaan sosial untuk menyasar kaum wanita, seperti memasarkan rokok kepada wanita sebagai simpol emansipasi."
Kedua penulis itu mengatakan langkah yang bermafaat adalah memantau bagaimana kebijakan harga dan pajak mempengaruhi penyerapan rokok pada wanita di negara-negara tempat tambakau tidak banyak digunakan oleh mereka.

"Penelitian lebih lanjut terhadap pola penyerapan rokok dapat membantu pemerintah mengambil lebih banyak langkah efektif dan mengurangi laju merokok pada kaum wanita pada masa depan," kata Hitcman.

sumber : Antara 
foto : buatwanita.co.cc